Wayang Bocor menuju Amerika Serikat
Wayang Bocor menuju Amerika Serikat
Proses Wayang Bocor – Seri 1
Eksplorasi Bentuk dan Lagu
September 2016
Pada bulan September ini, tim Wayang Bocor memulai proses karya barunya yang khusus dihadirkan untuk Asia Society, New York, Amerika Serikat. Naskah yang dihadirkan berjudul “In The Name of Semelah” karya Gunawan Maryanto yang sekaligus sutradara pertunjukan ini. Semelah merupakan pengucapan dalam bahasa Jawa oleh orang Jawa dari bahasa Arab Bismillah. Semelah menjadi sebuah simbol yang kuat dan abadi dari keharmonisan perpaduan budaya dan ajaran Islam. Bagi para muslim, Bismillah berarti dengan menyebut nama Allah, sebuah doa yang selalu dipanjatkan setiap memulai aktivitas sehari-hari. Para muslim meyakini bahwa dengan mengucapkan Bismillah, kehidupan sehari-hari mereka akan selalu mendapat restu-Nya.
Dalam karya-karyanya selama ini, Wayang Bocor lebih banyak menghadirkan pertunjukan dalam bentuk verbal tutur kata. Namun dalam karya ini, Wayang Bocor mencoba melakukan eksplorasi dalam bentuk visual, gerak tubuh, dan lagu untuk mewakili bahasa yang lebih universal dan mudah diterima oleh publik yang lebih luas. Karya baru dengan gaya baru ini, menuntut tim Wayang Bocor untuk lebih kreatif dalam bereksplorasi.
Tahap proses awal yang dilakukan oleh tim adalah eksplorasi bentuk, musik dan lagu. Bagaimana gerak tubuh dapat menjadi simbol sebuah makna. Sementara itu, bagaimana musik dan lagu dengan referensi islami jawa dapat didendangkan dengan syahdu. Eksplorasi awal ini sebagai pijakan eksplorasi berikutnya yaitu artistik dan visual wayang yang selalu spesifik karya perupa kontemporer Eko Nugroho sebagai penggagas ide dan pewujud visual.
Photo by Gogor Seta Dewa
Profil Wayang Bocor
Pertunjukan Wayang Bocor adalah proyek penciptaan karya pertunjukan wayang kontemporer dari seorang perupa kontemporer Eko Nugroho yang telah hadir pada tahun 2008. Pertunjukan ini terinsipirasi oleh pertunjukan wayang tradisional yang diyakini sebagai budaya Jawa. Wayang berasal dari kata wewayangan yang berarti bayangan. Di mana pertunjukan wayang ini menghadirkan bayangan di balik kelir (layar putih) dengan sorot khusus yang pada jaman dulu disebut blencong. Dan biasanya pertunjukan ini menghadirkan adaptasi cerita Ramayana & Mahabharata. Namun pada jaman kerajaan Majapahit mulai juga dihadirkan cerita Panji (leluhur Majapahit).
Pada pertunjukan Wayang Bocor, pakem pertunjukan sebuah wayang tradisi tetap dihadirkan yaitu permainan wayang dalam bayangan dengan menggunakan kelir dan sorot lampu. Namun dalam kehadirannya, tokoh wayang sudah tidak lagi menggunakan tokoh-tokoh dalam wayang tradisi namun figur-figur yang diciptakan atas sensifitas imajinasi Eko Nugroho dalam karyanya yang berbentuk lukisan, patung, drawing, bordir, animasi. Kelir yang dihadirkan di panggung juga bisa lebih dari satu dengan berbagai macam bentuk. Dalam wayang tradisional bentuk kelir adalah persegi panjang. Lampu tidak hanya hadir sebagai pembuat bayangan atas wayang, namun juga menjadi elemen penting yang menciptakan suasana dari peristiwa. Sedangkan dalam musik, bunyi gamelan sebagai musik utama pengiring wayang dalam wayang tradisional tetap dapat didengarkan dan dinikmati melalui musik digital. Elemen baru yang dicobakan sebagai bagian dari eksplorasi adalah kehadiran para aktor di panggung. Aktor kadang hadir sebagai aktor, bermain di depan kelir, kadang juga berperan seperti wayang yang hadir sebagai bayangan, dan juga berkolaborasi dengan wayang itu sendiri ataupun berperan sebagai dalang yang memainkan wayang-wayang tersebut. Elemen terakhir yang dimunculkan adalah narator sebagai pengganti dalang yang berfungsi untuk membawakan cerita layaknya dalang.
Nilai dari pertunjukan ini adalah kolaborasi para seniman dari berbagai disiplin dalam perwujudannya. Kolaborasi ini juga bertujuan untuk menggali lebih dalam kemungkinan-kemungkinan estetika baru dalam pertunjukan wayang kontemporer yang baru dan segar.